Tema briefings ini berasal dari pengalaman pribadi saya, di mana saya pernah menjadi seorang Ketua di suatu organisasi keagamaan saya.
Jadi, singkat cerita ada suatu kegiatan nasional yang menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya di dalam agama saya yaitu agama Buddha tepatnya Buddha Dharma Indonesia (BDI). Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diikuti oleh para generasi muda (remaja) dan dilaksanakan setahun sekali pada akhir Juni hingga awal Juli selama 10 hari, dan bertempat di Megamendung Bogor. Tetapi, walaupun kegiatan tersebut diselenggarakan oleh BDI namun boleh diikuti oleh peserta yang non BDI. Pesertanya pun dari seluruh daerah di Indonesia dan setiap daerah akan membentuk suatu kontingen untuk di lombakan di kegiatan tersebut. Kontingen tersebut sama halnya dengan suatu organisasi, di mana ada ketua, wakil dan para pengurus yang ada di bidangnya masing – masing. Dan di satu kesempatan ternyata saya di pilih untuk menjadi ketua kontingen dari kota Semarang.
Dan sekarang saya akan menceritakan secara detail mengenai kegiatan tersebut dan pengalaman saya menjadi ketua untuk pertama kalinya.
Saya akan membahas kegiatan tersebut terlebih dahulu. Jadi, itu merupakan kegiatan tahunan yang diikuti oleh para anak muda dari seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut bernama REACH (REady to tAke the CHallenge). Di mana selama 10 hari setiap kontingan dari setiap daerah berlomba – lomba untuk membawa nama kontingennya menjadi Juara. Lomba yang diikuti pun beragam, mulai dari lomba orasi ketua kontingen, lomba photobooth, lomba atribut, lomba atraksi, lomba Fun n Smart, dsb. Tetapi untuk membawa kontingen menjadi Juara tidak hanya unggul dalam perlombaan saja, tetapi juga harus bisa membangun tim (kontingen) yang solid dan kompak. Selama 10 hari berada di Bogor kami tidak hanya berlomba saja, tetapi kami juga mengikuti salah satu kelas yang disediakan di sana. Di mana di dalam kelas tersebut kita juga belajar suatu hal yang bisa menambah skill kita bahkan hal yang sebelumnya belum pernah kita lakukan yang merupakan hal baru bagi kita. Kelas yang di maksud di sini bukan kelas seperti di sekolah tetapi kelas yang bisa menambah atau bahkan membangun skill seperti kelas Makeup Hairdo, kelas Tari, kelas Kuliner, kelas Fotografi, kelas Film, kelas Video Editing, kelas Wardrobe, kelas Standup Comedy, kelas Show Choir dan kelas Drama Musical. Dan saat itu saya memilih untuk masuk kelas Makeup Hairdo karena saya ingin mencoba hal baru dan belum pernah makeup-in orang lain bahkan diri sendiri. Di sinilah kami bisa mendapatkan pengalaman baru dan bisa mengetahui di mana batas kemampuan kita atau di mana skill yang kita punyai. Dan setiap peserta hanya bisa memilih satu kelas saja. Selain itu, dalam kegiatan ini mereka (pihak penyelenggara) juga memberikan hadiah kepada para peserta yaitu dengan mendatangkan artis – artis terkenal untuk bisa membagikan pengalaman mereka kepada para anak muda di sana. Itulah yang membuat kami sangat antusias untuk mengikuti kegiatan ini. Di sana kami juga belajar mengenai sikap disiplin, bagaimana tidak? Kami harus bangun jam 5 pagi untuk MCK kemudian sembahyang jam 6-7 pagi. Setelah itu kami melakukan aktivitas secara terus menerus sampai pukul 10 malam. Setelah itu kami kembali ke markas untuk tidur dan bahkan terdapat peraturan kalau jam 11 malam lampu markas harus mati dan tidak boleh ada anggota kontingen yang masih berada di luar markas. Jika salah anggota kontingen melakukan pelanggaran atau terlambat dalam melakukan aktivitas maka kontingen tersebut akan di kurangi poin nya yang bisa berdampak kepada seluruh anggota kontingen, karena dengan andanya penggurangan poin tersebut maka akan membuat kontingen tidak bisa juara. Karena kontingen yang juara itu tidak hanya sebatas memenangi perlombaan tetapi juga harus bisa solid, kompak dan disiplin. Di sana kami juga berbaur dengan kontingen lain sehingga kami mendapatkan teman baru bahkan pengalaman baru yang luar biasa.
Sekarang saya akan membahas pengalaman saya menjadi ketua kontingen untuk pertama kalinya. Sebelumnya saya belum pernah ada pengalaman ikut organisasi apalagi untuk menjadi seorang ketua, dan saat saya dipilih menjadi ketua disitu perasaan saya campur aduk antara gugup karena saya orang yang tidak percaya diri dan takut apakah saya bisa memimpin dengan baik. Apalagi saya harus lomba orasi ketua dan disitu saya semakin tidak percaya diri karena saya tipikal orang yang demam panggung. Tetapi perlahan lahan saya mencoba untuk menenangkan pikiran dan diri saya, saya juga mencoba untuk bertanya-tanya pada ketua sebelumnya dan juga pada orang tua bagaimana menjadi pemimpin yang benar dan bagaimana cara mengatur para anggota. Di sini saya benar-benar merasa pusing bagaimana cara mengatur anggota-anggota saya apalagi anggota-anggota saya dominan masih SMP yang bisa dibilang mereka masih memiliki pemikiran yang pendek dalam cara kerja sebagai tim. Bahkan terkadang terdapat para anggota saya yang berkelahi kemudian menangis, dan situasi itulah yang membuat saya benar-benar bingung mengatasinya sampai saya memanggil orang tua salah satu anggota saya untuk memisahkan mereka yang berkelahi. Dan terkadang pada malam hari kami melakukan konsolidasi kontingan untuk mengevaluasi kegiatan yang telah terjadi pada hari itu.
Tetapi di sinilah saya berusaha untuk menjadi pemimpin yang baik dan bertanggung jawab. Karena para anggota sudah memberikan tanggung jawab kepada saya dan saya harus semaksimal mungkin tidak mengecewakan para anggota saya walaupun kontingen kami tidak menjadi juara. Di sini juga saya belajar bagaimana cara mengayomi anggota secara adil, bagaimana menjadi pemimpin dan pastinya saya telah belajar banyak hal dari situasi ini. Saya mengetahui satu hal bahwa menjadi pemimpin yang di hargai itu lebih baik daripada menjadi pemimpin yang di hormati.
Setelah dari kegiatan tersebut dan dari pengalaman tersebut saya bermain sosmed dan mendapatkan suatu kutipan yang membuat saya tersadar akan suatu hal dan kutipan tersebut berbunyi :
“Yang membuat kita merasa lemah dan kurang percaya diri seringkali bukan kekurangan kita, namun karena terlalu fokusnya kita pada kelebihan orang lain”